Kamis, 29 September 2011

MENGUPAS ‘ITTIHAD’ ABU YAZID AL-BUSTAMI


“Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku”
“Aku, adalah Aku, Engkau adalah Engkau”

ABU YAZID AL-BUSTAMI, nama lengkapnya Abu Yazid Taifur bin Isa bin Surusyan. Dikenal juga dengan nama Bayazid. Ayahnya Isa bin Surusyan, adalah pemuka masyarakat di Bistam, sedangkan ibunya dikenal sebagai zahid (orang yang meninggalkan keduniaan).

Pada mulanya Abu Yazid mempelajari fikih Mazhab Hanafi. Kemudian ia mendalami tasawwuf, terutamamengenai tauhid dan hakikat (at-taw-hid wa al-haqa’iq) di samping pengetahuan tentang fana.

Abu Yazid tidak meninggalkan karya tulis, tetapi ia mewariskan sejumlah ucapan dan ungkapan mengenai pemahaman tasawwufnya yang disampaikan oleh murid-muridnya dan tercatat dalam beberapa kitab tasawwuf klasik, seperti ar-Risalah al-Qusyairiyyah, Tabaqat as-Sufiyyah, Kasyf al-Mahjub, Tazkirah al-Auliya, dan al-Luma. Di antara ungkapannya disebut oleh kalangan sufi dengan istilah satahat, yaitu ungkapan sufi ketika berada di pintu gerbang ittihad (kesatuan dengan Allah SWT). Ucapan dan ungkapannya yang digolongkan satahat adalah seperti berikut.

“Maha suci aku, alangkah agung kebesaranku.”
“Tidak ada Tuhan kecuali aku, maka sembahlah aku.”
“Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku.”
Dan ketika seseorang mendatangi Abu Yazid dan mengetuk pintu rumahnya, Abu Yazid bertanya,”Siapa yang engkau cari?”.:Abu Yazid”, kata orang itu. Abu Yazid berkata, “Pergilah. Di rumah ini tak ada Abu Yazid kecuali Azza wa jalla, yang ada di dalam jubah ini hanya Allah.”

Meneluri perjalanan Abu Yazid, kita akan teringat pada perjalanan batin Syekh Siti Jenar yang terkenal dengan pahamnya ‘manunggaling kawula gusti’, bahwa Tuhan dan hamba itu satu. Walaupun kemungkinan berbeda, namun ucapan yang keluar dari mulut Abu Yazid menunjukkan persamaan dengan Syekh Siti Jenar dari Jawa.

Bagaimana ucapan Abu Yazid dapat keluar dari mulutnya? Apakah itu ucapan zahiriah dalam keadaan sadar atau ucapan dalam keadaan fana ? Bila ucapan yang terlontar dari mulut Abu Yazid itu keluar ketika Abu Yazid dalam keadaan sadar, maka Abu Yazid tidak ada bedanya dengan Firaun yang mempertuhankan dirinya. Tetapi ketika ucapan Abu Yazid itu terlontar ketika Abu Yazid dalam keadaan fanaul fana, maka ketika itu yang berkata bukan atas nafsu Abu Yazid, melainkan mulut Abu Yazid yang digunakan oleh Alla Azza wa jalla untuk menyampaikan risalah-Nya.

Q.S : 8/17 Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar.

Fanaul fana dapat terjadi bagi sufi di dalam perjalanan batinnya, yaitu ketika jiwa dan hatinya telah diliputi oleh Ruh, sehingga kesadaran lahiriah telah hilang, yang ada hanyalah kesadaran tentang keberdaan Ruhaniah yang menguasai diri. Dalam situasi demikian dapat saja terlontar ucapan yang berasal dari ruhaniah bukan nafsu jazadiah.

Ketika jiwa berjalan menuju kepada ‘Zat Pencipta’, maka pada tahaf tertentu jiwa yang terpanggil dan dipilih karena kesuciannya dapat mengalami penyatuan dengan Ruh. Ruh ini adalah eksistensi Allah yang berada dalam diri manusia, yang ketika disempurnakan kejadian nya ditiupkan Ruh Ilahi. Kesadaran jiwa dikuasai oleh ruh hingga jiwa merasa tiada, tetapi yang ada di alam raya ini hanyalah Ruh Ilahi. Berlakulah hukum Ilahi pada situasi tersebut seperti hukum Nabi Khidir pada saat berjalan dengan Nabi Musa.

Keadaan fana tidak dapat terjadi selamanya, karena apabila itu terjadi selamanya pastilah Abu Yazid telah tiada. Karena dunia yang dimasukinya itu adalah dunia Ruhaniah, bukan dunia jazadiah. Apabila Ruhaniah memisahkan diri dari jiwa, pada saat itu haram ada ucapan ‘Engkau adalah Aku, atau Aku adalah Engkau’, karena pada saat itu jiwa tidak dikuasai lagi oleh ruh. Pada tahap ini jiwa tetap jiwa, Ruh tetap ruh. Hamba tetap hamba, Tuhan tetap Tuhan. Ketika Ruh Abu Yazid terpisah dari jiwanya, ucapan yang terlontar dari mulut Abu Yazid adalah ucapan yang berasal dari jiwa.

“Tuhan berkata kepadaku, ‘Hai Engkau’, aku dengan perantaraan –Nya menjawab, ‘Hai Aku’.Ia berkata, ‘Engkaulah yang Satu.’ Aku menjawab, ‘Akulah yang Satu.’ Ia berkata, ‘Engkau adalah Engkau.”Aku menjawab, ‘Aku adalah Aku.’”

Catatan Penulis :
Demikianlah kupasan dari perjalanan batin Abu Yazid al-Bustami yang membawa kontroversial di kalangan agamawan. Boleh saja mempertentangkannya, tetapi silahkan mengalaminya dulu seperti Abu Yasid baru mempertentangkannya. Karena perjalanan batin seseorang boleh berbeda menurut tingkatan ketakwaannya dan rahmat dari Allah. Jangan sampai mereka mempertentangkannya sebenarnya mereka tidak tahu karena tidak mengalaminya, sehingga mereka mengatakan ini salah dan ini yang benar. Q.S: 35/19 Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.

Untuk mempelajari tentang keberadaan jiwa dan Ruh silahkan buka pada link di bawah ini :
2. memahami jati diri. 

Riwayat perjalanan batin Abu Yazid al-Bustami dapat dibaca lebih lengkap pada link di bawah ini :
1. http://www.surgamakalah.com/2011/09/maqam-ittihad-abu-yazid-al-bustami.html 
2. http://www.tuanguru.net/2011/09/jalan-sufi-abu-yazid-al-busthami.html 

2 komentar:

  1. Template baru lagi hehehe...aku suka related postnya dan link di bawahnya, kayaknya surgamakalah.com harus ikut posting ke sufi-sufian juga, tukeran link...pelajar pro mana??, hehehe

    BalasHapus
  2. ittihad itu adalah masalah Tuhan, biarlah Allah yang menilainya...

    BalasHapus